Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘istimewa’

Oleh: Hamengku Buwono X

Alasan Yuridls

Mekanisme pengisian jabatan Gubernu dan Wakil Gubernur Provinsi DIY yang telah berjalan selama ini konstitusional, hal in sejalan dengan bunyi pasal 18B UUD I945. Pasal ini dirnaksudkan untuk mengakomodasi daerah-daerah yang bersifat khusus dan istimewa, seperti Aceh, DKI Jakarta, DIY dan Papua (lex-specialist). Sementara pasa] 18 ayat (4), dimaksudkan untuk mengatur daerah-daerah lainnya (lex-generalist).

Mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang demikian berdasarkan teori hukum merupakan hak konstitusional bersyarat (fundamental rights of constitusional condition), artinya sepanjang tidak menyalahi konstitusi,dan sepanjang masih berlaku dan mendapatkan dukungan luas dari masyarakatnya maka proses yang demikian konstitusional.

Sebagai sumber hukum tertinggi, Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga Pasal 18B Undang-Undang Dasar hasil amandemen, menghormati hak-hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Pada konteks kekinian jaminan keistimewaan dalam Undang-Undang Dasar tersebut diberikan bukan sebagai bentuk hutang budi politik atau kompensasi atas penggabungan diri Negeri Ngayogyakarta dan Pakualaman kepada Negara Republik Indonesia, melainkan murni pengakuan dan penghormatan yang obyektif.

Ayat (1) dan ayat (2) pasal 18B WD 1945 mengandung norma-norma imperatif yaitu norma perintah sebagai kewajiban bagi negara untuk melindunginya. Atas dasar hal tersebut, maka makna keistimewaan sebagaimana dimaksud menunjukkan konsekuensi bahwa keistimewaan merupakan hak konstitusional bagi pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya “dikecualikan” Sejalan dengan hal tersebut, selanjutnya dijadikan rujukan dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dari waktu ke waktu mengalami dinamika dan “pasang surut”.

Pengaturan pemerintahan daerah diawali dengan UU No. 1 Tahun 1945, dalam UU ini disebutkan bahwa “KomiteNasionalDaerah (KND) diadakan kecuali di daerah Surakarta dan Yogyakarta” dalam penjelasan disebutkan bahwa pengecualian ini merupakan implikasi dari Piagam Penetapan yang dikeluarkan Presiden Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945.

Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1948 dengan jelas menyebutkan bahwa daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal-usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat ishmewa ialah yang pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dinamakan zelfbesturende landschappen. Daerah-daerah itu menjadi bagian pula dari RepublikIndonesia. Dalam UU ini, keistimewaan DIY diberikan dalam hal penentuan kepala daerah dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah istimewa diangkat oleh pemerintah dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan mengingat adat istiadat di daerah itu. Sedangkan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak berbeda dengan pemerintahan daerah lainnya.

UU No. 1 Tahun 1957 pada intinya melanjutkan apa yang telah diatur di dalam UU No. 22 Tahun 1948. Isi keistimewaan bahwa kepala daerah diangkat dari calon yang diajukan oleh DPRD dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat istiadat dalam daerah Yogyakarta.

UU No. 18 Tahun 1965 tidak mengatur secara jelas tentang keistimewaan DIY, namun di dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa daerah tingkat I dan DIY berhak mengatur dan mengurus rurnah-tangganya sendiri berdasarkan W No. 1 Tahun 1957. Lebih lanjut dalam, pasal 88 ayat (2) huruf a dan huruf b disebutkan bahwa sifat istimewa sesuatu daerah yang berdasarkan atas ketentuan mengingat kedudukan dan hak-hak asal usul dalam pasal 18 UUD yang masih diakui dan berlaku hingga sekarang atau sebutan istimewa atas alasan lain, berlaku hingga dihapuskan.

UU No. 5 Tahun 1974, dalam UU ini ciri keistimewaan pada kedudukan kepala daerah dan wakil kepala daerah yaitu: Kepala daerah dan wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah kepala daerah dan wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah lainnya.

UU No. 22 Tahun 1999 mengatur bahwa keistimewaan untuk Provinsi DI Aceh dan Provinsi DIYsebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1974 adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DI Aceh dan Provinsi DIY didasarkan pada UU ini.

UU No. 32 Tahun 2004 pasal 225 menyebutkan bahwa: daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan UU No. 32 tahun 2004 diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam UU lain. Lebih lanjut disebutkan bahwa ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi NAD, Provinsi Papua, dan Provinsi DIYsepanjang tidak diatur secara khusus dalam UU tersendiri. Sampai dengan saat ini, DIY satu-satunya daerah yang belum diatur secara khusus dalam UU tersendiri sebagainana amanat konstitusi pengaturan keisimewaan DIY selama ini hanya “ditempelkan” dalam UU Pemerintahan Daerah.

Seharusnya DIY juga telah diatur dalam sebuah UU tersendiri sebagaimana halnya tiga daerah lainnya. Secara teoritis pengaturanl yang demikian merupakan salah satu bentuk pelaksanaan desentralisasi asimetris, dimana derajat desentralisasi antar unit pemerintahan yang satu dengan yang lainnya dibedakan, dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan stabilitas nasional, dan juga untuk mengakomodasikan daerah-daerah yang memiliki status khusus dan istimewa, sebagaimana telah dijamin dalam konstitusi.

————

*Bersambung ke postingan berikutnya. Matur nuwun.

Read Full Post »

Oleh: Hamengku Buwono X

Alasan Filosofis

Pada waktu sebelum kelahiran Republik Indonesia ada sebanyak 250 (dua ratus lima puluh rechtsgemeenschappen (masyarakat hukum adat) yang masing-masing memiliki otonomi yang sangat luas, termasuk Negeri Ngayogyakarta dan Pakualaman. Kedua daerah ini dalam bahasa Belanda disebut vorstenlanden atau Kerajaan. Masyarakat hukum adat semacam ini diikat secara politik oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan korte verklaring (kontrak jangka pendek) dan lange contracten (kontrak jangka panjang).

Pada waktu itu Negari Ngayogyakarta dan Pakualaman telah mempunyai dasar hukum atau koninklijk besluit dari Ratu Wilhelmina sebagai daerah yang berdaulat, sehingga secara hukum internasional kedudukannya sama dengan sebuah negara, sehingga pada waktu RIS, Belanda tidak dapat masuk ke Yogyakarta, dan oleh karenanya Yogyakarta dijadikan Ibukota Negara Republik Indonesia, karena secara hukum internasional kedaulatan Negari Ngayogyakarta dan Pakualaman memang dihormati. Pengakuan (recognition) dan penghormatan (respectation) tidak saja menjadi keniscayaan sejarah dan konstitusi, melainkan merupakan fakta politis dan empiris yang tidak mudah dihapuskan oleh kondisi zaman yang berubah.

Sebagai negara yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia pada waktu itu sangat membutuhkan pengakuan dari negara lain sehingga keputusan bergabungnya Negari Ngayogyakarta dan Pakualaman memiliki arti sangat penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduknya secara kongkrit hagi Indonesia.

Analogi penggabungan kedua negara tersebut yang kemudian sering dikenal dengan istilah Ijab Kabul, dimana ada pihak yang menyerahkan dan ada pihak yang menerima selanjutnya diberikan mahar atau mas kawin sebagai daerah setingkat provinsi yang bersifat istimewa. Dalam hal ini Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam Vlll mewakili Negari Ngayogyakarta dan Pakualaman, dipihak lain Soekarno mewakili Republik lndonesia, sehingga tidak bisa begitu saja menafikkan daya ijab qabul yang telah disepakati bersama tersebut.

Dalam perspektif hukum internasional perjanjian kedua negara tersebut biasa dikenal sebagai bilateral treaties. Asas hukum pacta sunt servanda menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat dan wajib dipatuhi serta dihormati oleh kedua belah pihak selama keduanya belum membatalkan kesepakatan dimaksud.

Setelah bergabung dengan Republik Indonesia.praktis penyelenggaraan pemerintahannya mengikuti sistem yang dianut oleh Republik Indonesia kecuali dalam hal mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang tidak terikat syarat, cara pengangkatan dan masa jabatan sebagaimana daerah lainnya. Kepemimpinan di DIY bersifat ascribed status (turun-temurun), inilah yang menjadi ruh keistimewaan DIY, oleh karenanya penyelenggaraan pemerintahan di DIY tidak dapat disebut monarchy, karena Raja telah menjelma menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur dengan kekuasaan yang sangat terbatas sebagaimana diatur di dalam UU No 32 tahun 2004, disamping itu keluarga Raja tidak mempunyai hak-hak khusus atau istimnewa di dalam pemerintahan.

————
*Bersambung ke postingan berikutnya. Matur nuwun.

Read Full Post »

Kota ini memang istimewa. Tidak hanya dari sejarah dan budayanya, dari sisi penyebutan namanya saja, Jogja bisa disebut dengan beberapa nama. Beberapa nama yang sering disebutkan orang mengenai kota ini adalah: Yogya, Jogja, Yogja, Yogyakarta, Jogjakarta, Ngayogyakarta, Ngayogjakarta, atau secara lengkap biasanya disebut sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.

Inilah justru salah satu keistimewaan Jogja. Menyebutkan nama kota kotanya pun orang dapat secara demokratis mau memilih yang mana. Silakan orang menyebut sesuai dengan lidah masing-masing. Mau Yogja, monggo…, mau Jogja, silakan…, mau Ngayogjakarta, nggih monggo mawon.

Satu sudut Jogja yang istimewa (foto am.azzet)

Mengenai penyebutan nama kota dengan banyak pilihan ini coba bandingkan dengan kota lain. Sungguh, hanya Jogja yang mempunyai banyak pilihan atau alternatif untuk menyebutkan nama kotanya. Dipandang dari segala sisi, Jogja memang istimewa.***

Read Full Post »

(kode area: 0274)

Bandara Adi Sucipto: 484260, 484261
Stasiun Lempuyangan:512454
Stasiun Tugu: 589685
Terminal Giwangan: 410015, 410016

Airline
Batavia Air: 547373
Garuda Indonesia: 551515
Lion Air: 487850
Merpati Nusantara: 514272
Sriwijaya Air: 489339

Taksi
Armada: 512787
Fitri: 563551, 563555
Indra: 563565
JAS: 373737
Pataja: 384384
Pendawa: 370000
Ria: 414444
Sadewo: 4399500, 4399600
Sentris: 544977
Setiakawan: 412000

Read Full Post »

sungguhkah kita membawa peta itu petualang
tanda-tanda perjalanan perlahan terhapuskan
padahal pada jejak malam tersimpan melati
bukan ketajaman yang dihunus di hati

juga hingar-bingar yang mengiringi matahari
ke manakah begitu cepat berlarian sendiri
padahal cari makan bukan soal cara pandang
berani sekali kita belajar untuk menikam

Bumidamai, Jogjakarta,
Akhmad Muhaimin Azzet

Read Full Post »