Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Juli 7th, 2011

Oleh: Hamengku Buwono X

Alasan Yuridls

Mekanisme pengisian jabatan Gubernu dan Wakil Gubernur Provinsi DIY yang telah berjalan selama ini konstitusional, hal in sejalan dengan bunyi pasal 18B UUD I945. Pasal ini dirnaksudkan untuk mengakomodasi daerah-daerah yang bersifat khusus dan istimewa, seperti Aceh, DKI Jakarta, DIY dan Papua (lex-specialist). Sementara pasa] 18 ayat (4), dimaksudkan untuk mengatur daerah-daerah lainnya (lex-generalist).

Mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang demikian berdasarkan teori hukum merupakan hak konstitusional bersyarat (fundamental rights of constitusional condition), artinya sepanjang tidak menyalahi konstitusi,dan sepanjang masih berlaku dan mendapatkan dukungan luas dari masyarakatnya maka proses yang demikian konstitusional.

Sebagai sumber hukum tertinggi, Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga Pasal 18B Undang-Undang Dasar hasil amandemen, menghormati hak-hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Pada konteks kekinian jaminan keistimewaan dalam Undang-Undang Dasar tersebut diberikan bukan sebagai bentuk hutang budi politik atau kompensasi atas penggabungan diri Negeri Ngayogyakarta dan Pakualaman kepada Negara Republik Indonesia, melainkan murni pengakuan dan penghormatan yang obyektif.

Ayat (1) dan ayat (2) pasal 18B WD 1945 mengandung norma-norma imperatif yaitu norma perintah sebagai kewajiban bagi negara untuk melindunginya. Atas dasar hal tersebut, maka makna keistimewaan sebagaimana dimaksud menunjukkan konsekuensi bahwa keistimewaan merupakan hak konstitusional bagi pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya “dikecualikan” Sejalan dengan hal tersebut, selanjutnya dijadikan rujukan dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dari waktu ke waktu mengalami dinamika dan “pasang surut”.

Pengaturan pemerintahan daerah diawali dengan UU No. 1 Tahun 1945, dalam UU ini disebutkan bahwa “KomiteNasionalDaerah (KND) diadakan kecuali di daerah Surakarta dan Yogyakarta” dalam penjelasan disebutkan bahwa pengecualian ini merupakan implikasi dari Piagam Penetapan yang dikeluarkan Presiden Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945.

Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1948 dengan jelas menyebutkan bahwa daerah-daerah yang mempunyai hak-hak asal-usul dan di zaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat ishmewa ialah yang pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dinamakan zelfbesturende landschappen. Daerah-daerah itu menjadi bagian pula dari RepublikIndonesia. Dalam UU ini, keistimewaan DIY diberikan dalam hal penentuan kepala daerah dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah istimewa diangkat oleh pemerintah dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan, dan mengingat adat istiadat di daerah itu. Sedangkan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak berbeda dengan pemerintahan daerah lainnya.

UU No. 1 Tahun 1957 pada intinya melanjutkan apa yang telah diatur di dalam UU No. 22 Tahun 1948. Isi keistimewaan bahwa kepala daerah diangkat dari calon yang diajukan oleh DPRD dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu di zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih menguasai daerahnya, dengan memperhatikan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, kesetiaan serta adat istiadat dalam daerah Yogyakarta.

UU No. 18 Tahun 1965 tidak mengatur secara jelas tentang keistimewaan DIY, namun di dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa daerah tingkat I dan DIY berhak mengatur dan mengurus rurnah-tangganya sendiri berdasarkan W No. 1 Tahun 1957. Lebih lanjut dalam, pasal 88 ayat (2) huruf a dan huruf b disebutkan bahwa sifat istimewa sesuatu daerah yang berdasarkan atas ketentuan mengingat kedudukan dan hak-hak asal usul dalam pasal 18 UUD yang masih diakui dan berlaku hingga sekarang atau sebutan istimewa atas alasan lain, berlaku hingga dihapuskan.

UU No. 5 Tahun 1974, dalam UU ini ciri keistimewaan pada kedudukan kepala daerah dan wakil kepala daerah yaitu: Kepala daerah dan wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta yang sekarang adalah kepala daerah dan wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah lainnya.

UU No. 22 Tahun 1999 mengatur bahwa keistimewaan untuk Provinsi DI Aceh dan Provinsi DIYsebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1974 adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Provinsi DI Aceh dan Provinsi DIY didasarkan pada UU ini.

UU No. 32 Tahun 2004 pasal 225 menyebutkan bahwa: daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan UU No. 32 tahun 2004 diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam UU lain. Lebih lanjut disebutkan bahwa ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi NAD, Provinsi Papua, dan Provinsi DIYsepanjang tidak diatur secara khusus dalam UU tersendiri. Sampai dengan saat ini, DIY satu-satunya daerah yang belum diatur secara khusus dalam UU tersendiri sebagainana amanat konstitusi pengaturan keisimewaan DIY selama ini hanya “ditempelkan” dalam UU Pemerintahan Daerah.

Seharusnya DIY juga telah diatur dalam sebuah UU tersendiri sebagaimana halnya tiga daerah lainnya. Secara teoritis pengaturanl yang demikian merupakan salah satu bentuk pelaksanaan desentralisasi asimetris, dimana derajat desentralisasi antar unit pemerintahan yang satu dengan yang lainnya dibedakan, dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan stabilitas nasional, dan juga untuk mengakomodasikan daerah-daerah yang memiliki status khusus dan istimewa, sebagaimana telah dijamin dalam konstitusi.

————

*Bersambung ke postingan berikutnya. Matur nuwun.

Read Full Post »